Kereta dan Stasiun Gambir

Mungkin ini kedengaran aneh, tapi sejak awal semester 3 ini gue pengen banget pergi ke Stasiun Gambir buat ngeliat kereta. Gue pengen duduk di bangku tempat penumpang menunggu kereta mereka datang, pengen ngerasain atmosfer kesibukan awak kereta api waktu mau persiapan berangkat, mau ngeliat muka-muka orang yang pergi dan yang ditinggalkan di Jakarta, mau denger suara dari pusat informasi stasiun tentang keberangkatan dan kedatangan kereta, mau liat kereta yang berjalan perlahan meninggalkan stasiun, pokoknya gue pengen banget ke Gambir.

Sekian lama keinginan itu terpendam, akhirnya bisa terwujud kemarin.

Jumat, 30 Desember, gue pergi berkeliling kota Jakarta berdua bareng Veta. Sebenernya cuma main ke beberapa tempat di wilayah pusat dan selatan, jadi nggak bisa dibilang berkeliling Jakarta secara keseluruhan :p

Salah satu tempat yang jadi tujuan adalah Stasiun Gambir. Seneng banget rasanya waktu udah masuk kompleks stasiun, padahal baru sampai bagian luarnya. Keliatannya norak, tapi mau gimana lagi. Gue itu gampang dibuat seneng dengan hal-hal kecil yang seringnya nggak penting buat orang lain, tapi hal tersebut punya nilai berbeda di mata gue nyehehe.

Terakhir kali gue ke Gambir itu waktu mau pergi nemenin bokap ke Mojokerto naik kereta hem gue lupa nama keretanya, yang jelas rute kereta itu ngelewatin Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Mojokerto, juga Surabaya. Berdasar ingatan waktu itulah gue pikir orang-orang yang non-penumpang, kayak penjemput atau pengantar, bisa ikutan naik ke peron dengan membayar tiket masuk peron sebesar Rp 1.500,00.

Sebelum naik ke peron, gue dan Veta pergi ke HokBen dulu untuk makan siang (yang kecepetan) dan leha leha akibat kecapekan kena sinar terik matahari siang itu. Lemah banget ye? Muahaha. Selesai makan, semangatnya udah kembali lagi karena (yang ada di dalam pikiran gue) akhirnya gue bisa ngeliat keretaaaaaaaaa!!

Turun dari lantai pujasera (tempat restoran dan toko makanan di Gambir), mampir ke minimarket yang unik sebentar untuk beli air mineral dan cokelat, terus kami langsung melangkahkan kaki menuju bagian peron. Seperti biasa, ada petugas yang berjaga di gerbangnya. Oh iya, di stasiun, bawaan kami berdua terlihat paling simpel dibanding orang-orang lain. IYALAH, karena emang bukan calon penumpang, cuma pelancong lokal yang pengen ngeliat kereta hahaha.

Gue yang udah yakin banget bisa beli tiket peron langsung berjalan di bagian depan dan menghampiri bapak petugas. Belum apa-apa, pertanyaan bapak itu bikin gue patah semangat dalam sekejap.

“Mana tiketnya?”
“Oh Pak, kami nggak punya tiket. Cuma mau ngejemput Om yang ada di atas.” (alasan bohong yang langsung terlintas di otak, gue juga udah siap-siap dompet buat beli tiket peron)
“Kalo sekarang kami udah nggak menjual tiket peron lagi. Jadi hanya penumpang yang bisa ada di peron.”
“Tapi kami cuma mau liat kereta, Pak…” (udah hopeless dan nggak punya ide harus ngapain lagi biar bisa tetap pergi ke peron)
“Tetap nggak bisa. Coba aja ke atas, nanti paling diminta turun sama petugas yang ada di sana.”
“Oh gitu… ya udah deh, makasih ya Pak.” (akhirnya menyerah)

Begitu.

Sedih banget rasanya padahal gue kira tuh bisa beli tiket peron terus ngeliat kereta, ternyata udah nggak bisa :( biarpun sedih ada 1 hal yang bikin gue salut sama bapak petugas yang mukanya mirip dengan guru Geografi gue waktu SMA itu. Sikapnya yang tegas tapi nggak galak dan penjelasan yang dia kasih sangat bisa dimengerti jadi bikin gue menyerah tapi salut! Mustinya petugas-petugas dan satpam-satpam di gedung perkantoran juga kayak dia. Jadi nggak bikin orang emosi dan bisa menerima penolakan dengan besar hati. Serius deh, kalau misalnya kemarin itu gue ketemu petugas yang sok berkuasa dan tampangnya nyolot, di jalan pulang pasti gue kata-katain. Untungnya bapak petugas stasiun Gambir yang kemarin itu tegas dan baik, jadi biarpun gue sedih tapi ya udah. Nggak bisa diapa-apain lagi juga kan hehehe.

Nah kalau caranya kayak gini, berarti emang harus bikin rencana perjalanan jarak jauh jadinya gue bisa sekalian naik kereta, nggak cuma ngeliatin badan keretanya saja. :D

Sebelum mengakhiri post terakhir di tahun 2011 ini, gue sebenernya pengen bikin 1 post tentang tahun 2011 secara garis besar… tapi berhubung ada deadline novel (6 Januari paling nggak udah setengah jadi, terus bisa dibaca sama dosennya!!) yang terus mengejar jadi terpaksa gue tunda.

Waktu gue menulis ini, Sabtu pagi bulan Desember, hujan masih turun. Gue rasa hujan udah turun sejak tengah malam karena pas gue kebangun jam 2 pagi, di luar kamar kedengaran hujan deras sekali. Entah kenapa Desember selalu punya aura sendiri. Efek Rumah Kaca bahkan punya 1 lagu khusus yang bercerita tentang bulan ini dengan judul yang sederhana, Desember.

Mungkin karena faktor hujan, jadi semuanya beda. Yang jelas, mau hujan di bulan Desember, Januari, atau di 10 bulan lain dalam kalender 1 tahun, semoga hati kamu nggak dibuat sendu dan kelabu. Selamat tahun baru! :)

Comments

Popular Posts