3 SMP
Most people would kill to go back to their highschool times, while I wouldn’t even want to do the same thing. Masa SMA emang penuh cerita. Dari cerita manis, lucu, jelek, super bodoh, semuanya ada. Tapi gue lebih pengen balik ke masa satu tahun sebelum SMA: waktu gue kelas 3 SMP.
Tahun terakhir di SMP ini justru punya koleksi memori yang tersimpan di hati dan banyak berpengaruh ke diri gue sekarang. Umur gue belum 15 tahun waktu itu. Lahir di bulan September punya keuntungan sendiri karena saat lulus SMP, gue termasuk dalam golongan murid-murid yang masih berumur 14 tahun hehehe.
Kelas 3 SMP, tahun pertama gue pergi ke sekolah naik sepeda. Dua tahun sebelumnya, gue masih ikut jemputan punya tetangga belakang rumah setiap berangkat sekolah. Pas pulang ada dua pilihan, antara jalan kaki sama temen atau naik angkot D21 garis pink. Padahal jarak rumah-sekolah nggak begitu jauh, klo diinget-inget ternyata gue manja juga ya hahaha. Alasan kedekatan jarak itulah yang membuat gue akhirnya mutusin untuk naik sepeda dan berhenti antar-jemput.
Sepedaan ke sekolah ini terus berlanjut sampai gue lulus SMA, karena pas SMA gue tetep ada di lingkungan yang sama: Santa Ursula BSD. Salah satu tempat favorit di kompleks sekolah buat gue apalagi kalo bukan parkiran sepeda. Ngeliat sepeda-sepeda yang banyak berjejer waktu pulang sekolah itu bikin seneng, apalagi kalo pulangnya bisa barengan sama senior keren yang sama-sama naik sepeda ihiy nyahaha. Tempat ini juga sering jadi pemberhentian terakhir untuk ngobrol buat gue dan beberapa temen sebelum kami pulang ke rumah masing-masing. Topik obrolannya nggak jauh-jauh dari gimana nasib pas UAN nanti, apa rasanya jadi anak SMA, ngomongin guru atau temen yang rese hahaha, curhat tentang gebetan (yes… nggak mungkin nggak diomongin), sampe soal nilai/modul. Salah satu temen pesepeda itu: Ndy alias Ciut alias Cindy Utami, si anak Teknik Pangan UGM! :”D
Saat kelas 3 SMP juga, perkenalan gue dengan musik indie Indonesia terjadi. Semua gara-gara gue rajin dengerin Trax FM. Cerita tentang radio nomor satu buat gue ini juga ada sendiri. Jadi, sebelum berganti nama dan frekuensi jadi 101.40 Trax FM, identitas mereka sebelumnya adalah 101.00 MTV SKY (gue lupa berapa frekuensi asal yang asli, kalo ga salah 101.00 itu). Gue pertama kali denger MTV SKY waktu kelas 1 SMP, dikenalin sama Manda (temen main dari SD). Setelah mendengarkan siarannya, gue nggak langsung suka. Cuma gue dengerin beberapa hari, terus gue lupain abis itu. Nah, pas kelas 2 SMP, gue kan iseng pengen dengerin MTV SKY lagi, ternyata frekuensinya udah bergeser dan nama mereka juga berganti. Pertamanya sih bingung, tapi sejak itu gue jadi ngeh dan mulai suka sama radio Trax FM :) puncaknya waktu kelas 3 SMP, gue rajin banget dengerin program siaran mereka. Mulai dari Jimmy-Buluk di pagi hari, Cherryl, Ocha, atau Marsha pas TRAX LAGEE, Molen-Ryo di KOMPAK KAMPUS, dan Kemal-Taufik di ClubSky. Salah satu alasan kenapa gue setia banget sama Trax (waktu itu dan bahkan sampai sekarang) adalah pilihan lagu-lagu mereka yang nggak biasa tapi keren (!) yang bikin mereka berbeda dibanding stasiun radio lain di Ibu Kota.
Gue tahu The Upstairs, The Adams, Superglad, Pure Saturday, Homogenic, Whiteshoes and the Couples Company, Efek Rumah Kaca, semuanya dari Trax FM!! Bukan cuma band-band indie dalam negeri, ada juga band-band asal Inggris yang lagunya jarang diekspos tapi berkat segmen The Selecter (hasil kerjasama Trax FM dengan British Council), gue jadi pernah denger sebagian lagu-lagu keren tersebut.
Selain berhasil meracuni gue tentang musik, radio yang berkantor di lantai 8 Gedung Sarinah ini juga punya racun lain yang kuat efeknya buat gue. Ada satu topik siaran Molen-Ryo yang masih gue inget sampai saat ini. Topik itu juga pernah mempengaruhi cita-cita gue. When I was in 3rd year of junior high school, I wanted to be an Indonesia ambassador. Back to that time, I can tell that I was very sure about my dream. Ya, siaran mereka waktu itu mengundang narasumber dari Kementerian Luar Negeri. Dengerin cerita tentang suka duka menjadi diplomat sangat mempengaruhi pikiran gue. Agak nggak jelas juga sebenernya gue mau jadi apa setelah lulus sekolah, pokoknya pas kelas 3 SMP itu gue pengen banget jadi diplomat. Jadi istrinya diplomat juga nggak masalah huahaha *toyor dahi sendiri* Yang ada di pikiran gue saat itu cuma satu: pas kuliah nanti gue harus ambil jurusan HI (Hubungan Internasional) di UI!
Melihat gue yang sekarang, kayaknya agak jauh dari masa-masa itu. Gue emang nggak jadi ngambil HI di UI, tapi jurusan yang gue pilih saat ini nggak terlalu menyimpang dari tujuan awal. Cita-cita gue juga udah berubah. Biarpun yang soal jadi istri diplomat itu kalo kesampaian, alhamdulillah, kalo nggak ya nggak apa juga……… hahahaha!
Namanya hidup, nggak mungkin selalu mengalami hari-hari baik. Kelas 3 SMP, jadi masa setan-setannya gue dan temen-temen gue. Yang awalnya cuma keisengan sekelompok anak dalam kelas (kami ini otaknya) kepada satu anak (sebut aja X), meluas jadi bahan tertawaan satu kelas, sampai akhirnya beberapa anak (termasuk gue… klo nggak salah inget) dipanggil oleh wali kelas kita waktu itu. Parah banget. Lewat tulisan ini gue juga pengen minta maaf atas nama orang-orang yang pernah ngerjain X, kalo lo baca, maaf waktu itu kita emang kurang ajar sama lo. Harusnya nggak gitu. Maaf, ya.
Kelas 3 SMP itu ibarat jaman pencerahan buat gue. Dari yang nggak tahu sama sekali tentang lagu-lagu band indie, jadi tahu, suka, dan tetap ngefans sampai sekarang. Terus bandelnya juga dapet, dan peristiwa itu bikin gue nggak mengulang hal yang sama waktu SMA. Sebenernya bukan tentang musik atau cita-cita aja, ada banyak hal lain yang membuat mata gue ‘terbuka’, dan itu semua berhasil membentuk gue yang begini sekarang ini. Bisa dibilang, prinsip dan pandangan hidup yang gue pegang sekarang itu banyak banget dipengaruhi kejadian-kejadian waktu gue kelas 3 SMP.
Dan rasa kangen akan masa-masa itu makin bertambah setelah gue ngetik post ini. :’)
Tahun terakhir di SMP ini justru punya koleksi memori yang tersimpan di hati dan banyak berpengaruh ke diri gue sekarang. Umur gue belum 15 tahun waktu itu. Lahir di bulan September punya keuntungan sendiri karena saat lulus SMP, gue termasuk dalam golongan murid-murid yang masih berumur 14 tahun hehehe.
Kelas 3 SMP, tahun pertama gue pergi ke sekolah naik sepeda. Dua tahun sebelumnya, gue masih ikut jemputan punya tetangga belakang rumah setiap berangkat sekolah. Pas pulang ada dua pilihan, antara jalan kaki sama temen atau naik angkot D21 garis pink. Padahal jarak rumah-sekolah nggak begitu jauh, klo diinget-inget ternyata gue manja juga ya hahaha. Alasan kedekatan jarak itulah yang membuat gue akhirnya mutusin untuk naik sepeda dan berhenti antar-jemput.
Sepedaan ke sekolah ini terus berlanjut sampai gue lulus SMA, karena pas SMA gue tetep ada di lingkungan yang sama: Santa Ursula BSD. Salah satu tempat favorit di kompleks sekolah buat gue apalagi kalo bukan parkiran sepeda. Ngeliat sepeda-sepeda yang banyak berjejer waktu pulang sekolah itu bikin seneng, apalagi kalo pulangnya bisa barengan sama senior keren yang sama-sama naik sepeda ihiy nyahaha. Tempat ini juga sering jadi pemberhentian terakhir untuk ngobrol buat gue dan beberapa temen sebelum kami pulang ke rumah masing-masing. Topik obrolannya nggak jauh-jauh dari gimana nasib pas UAN nanti, apa rasanya jadi anak SMA, ngomongin guru atau temen yang rese hahaha, curhat tentang gebetan (yes… nggak mungkin nggak diomongin), sampe soal nilai/modul. Salah satu temen pesepeda itu: Ndy alias Ciut alias Cindy Utami, si anak Teknik Pangan UGM! :”D
Saat kelas 3 SMP juga, perkenalan gue dengan musik indie Indonesia terjadi. Semua gara-gara gue rajin dengerin Trax FM. Cerita tentang radio nomor satu buat gue ini juga ada sendiri. Jadi, sebelum berganti nama dan frekuensi jadi 101.40 Trax FM, identitas mereka sebelumnya adalah 101.00 MTV SKY (gue lupa berapa frekuensi asal yang asli, kalo ga salah 101.00 itu). Gue pertama kali denger MTV SKY waktu kelas 1 SMP, dikenalin sama Manda (temen main dari SD). Setelah mendengarkan siarannya, gue nggak langsung suka. Cuma gue dengerin beberapa hari, terus gue lupain abis itu. Nah, pas kelas 2 SMP, gue kan iseng pengen dengerin MTV SKY lagi, ternyata frekuensinya udah bergeser dan nama mereka juga berganti. Pertamanya sih bingung, tapi sejak itu gue jadi ngeh dan mulai suka sama radio Trax FM :) puncaknya waktu kelas 3 SMP, gue rajin banget dengerin program siaran mereka. Mulai dari Jimmy-Buluk di pagi hari, Cherryl, Ocha, atau Marsha pas TRAX LAGEE, Molen-Ryo di KOMPAK KAMPUS, dan Kemal-Taufik di ClubSky. Salah satu alasan kenapa gue setia banget sama Trax (waktu itu dan bahkan sampai sekarang) adalah pilihan lagu-lagu mereka yang nggak biasa tapi keren (!) yang bikin mereka berbeda dibanding stasiun radio lain di Ibu Kota.
Gue tahu The Upstairs, The Adams, Superglad, Pure Saturday, Homogenic, Whiteshoes and the Couples Company, Efek Rumah Kaca, semuanya dari Trax FM!! Bukan cuma band-band indie dalam negeri, ada juga band-band asal Inggris yang lagunya jarang diekspos tapi berkat segmen The Selecter (hasil kerjasama Trax FM dengan British Council), gue jadi pernah denger sebagian lagu-lagu keren tersebut.
Selain berhasil meracuni gue tentang musik, radio yang berkantor di lantai 8 Gedung Sarinah ini juga punya racun lain yang kuat efeknya buat gue. Ada satu topik siaran Molen-Ryo yang masih gue inget sampai saat ini. Topik itu juga pernah mempengaruhi cita-cita gue. When I was in 3rd year of junior high school, I wanted to be an Indonesia ambassador. Back to that time, I can tell that I was very sure about my dream. Ya, siaran mereka waktu itu mengundang narasumber dari Kementerian Luar Negeri. Dengerin cerita tentang suka duka menjadi diplomat sangat mempengaruhi pikiran gue. Agak nggak jelas juga sebenernya gue mau jadi apa setelah lulus sekolah, pokoknya pas kelas 3 SMP itu gue pengen banget jadi diplomat. Jadi istrinya diplomat juga nggak masalah huahaha *toyor dahi sendiri* Yang ada di pikiran gue saat itu cuma satu: pas kuliah nanti gue harus ambil jurusan HI (Hubungan Internasional) di UI!
Melihat gue yang sekarang, kayaknya agak jauh dari masa-masa itu. Gue emang nggak jadi ngambil HI di UI, tapi jurusan yang gue pilih saat ini nggak terlalu menyimpang dari tujuan awal. Cita-cita gue juga udah berubah. Biarpun yang soal jadi istri diplomat itu kalo kesampaian, alhamdulillah, kalo nggak ya nggak apa juga……… hahahaha!
Namanya hidup, nggak mungkin selalu mengalami hari-hari baik. Kelas 3 SMP, jadi masa setan-setannya gue dan temen-temen gue. Yang awalnya cuma keisengan sekelompok anak dalam kelas (kami ini otaknya) kepada satu anak (sebut aja X), meluas jadi bahan tertawaan satu kelas, sampai akhirnya beberapa anak (termasuk gue… klo nggak salah inget) dipanggil oleh wali kelas kita waktu itu. Parah banget. Lewat tulisan ini gue juga pengen minta maaf atas nama orang-orang yang pernah ngerjain X, kalo lo baca, maaf waktu itu kita emang kurang ajar sama lo. Harusnya nggak gitu. Maaf, ya.
Kelas 3 SMP itu ibarat jaman pencerahan buat gue. Dari yang nggak tahu sama sekali tentang lagu-lagu band indie, jadi tahu, suka, dan tetap ngefans sampai sekarang. Terus bandelnya juga dapet, dan peristiwa itu bikin gue nggak mengulang hal yang sama waktu SMA. Sebenernya bukan tentang musik atau cita-cita aja, ada banyak hal lain yang membuat mata gue ‘terbuka’, dan itu semua berhasil membentuk gue yang begini sekarang ini. Bisa dibilang, prinsip dan pandangan hidup yang gue pegang sekarang itu banyak banget dipengaruhi kejadian-kejadian waktu gue kelas 3 SMP.
Dan rasa kangen akan masa-masa itu makin bertambah setelah gue ngetik post ini. :’)
Comments
Post a Comment
What are you thinking? Tell it to me!