Sepotong Adegan dari Kaca

Setiap kali gue berangkat ke kantor atau ke sebuah tempat, hampir pasti gerbong commuter line (CL) atau kereta rel listrik yang gue tuju adalah gerbong terujung alias gerbong khusus wanita. Bukan semata-mata demi dapat duduk, tapi karena akses berpindah ataupun turun keluar stasiun lebih mudah dijangkau melalui ujung rangkaian. Ya, emang anaknya gitu. Perhitungan, nggak santai dan jalan kakinya cepat, apalagi kalau sudah diburu waktu (baca: telat). 

Dengan pekerjaan yang saat ini gue lakoni, perihal jam berangkat bekerja adalah privilese. Bila tidak ada janji temu atau acara yang mengharuskan gue berjibaku di gerbong kereta dengan kaum pekerja sebelum jam 9.00, gue dapat berangkat sesiangnya sebelum jam makan siang.... atau sebelum jam 18.00. Terkait waktu ini, gue tetap yakin kalau bangun pagi lebih nikmat dibanding bangun siang. 

Keleluasaan jam bertugas ini memberi gue pengalaman berwarna: kaki dan paha yang pegal kalau naik CL jam 8an, gerbong yang lumayan lowong jam 9an, kaget karena 'wah keretanya sepi banget jadi bisa duduk' jam 12an, sampai gerbong yang masih sepi padahal sudah jam 4an (dan sukses bikin gue membatin, "mbak-mbak ini pada pulang kerja atau baru berangkat kayak gue ya?"). 

Dari sekian ratus hari yang sudah gue lewati, ada satu hari di mana gue bisa duduk di gerbong terdepan, dan mengamati jalannya kereta lewat sebuah bilik kecil di pintu masinis. Selain hari di bulan April itu, gue belum bisa merasakan sensasi kedua menikmati arah laju kereta di perjalanan-perjalanan berikutnya - khususnya saat gue kembali bisa duduk di lokasi gerbong yang sama. 

Seeing the rails from that little glass is in a way, relaxing, and I always have a thing for this kind of motion (cars and trains passing). Entah sejak kapan, tapi gue selalu merasa tenang setiap melihat mobil berjalan di tengah hujan, saat berada di dalam kereta malam (di atas jam 22.00) yang lajunya terasa lebih cepat, atau waktu sesimpel nonton film yang ada adegan mobil atau kereta melaju. Aneh memang, tapi besar kemungkinan video klip Open Your Eyes punya pengaruh mendalam. Gue bahkan punya semacam wishlist perlu dokumentasi bergaya serupa saat berada di kota yang sama atau kota lain di Benua Eropa (spesifik). 

Dalam durasi 20 menit perjalanan menuju Stasiun Kebayoran, bilik kecil menunjukkan pandangan: jalur kereta yang bercabang sebelum Stasiun Sudimara, penduduk yang santai menyeberang rel padahal ada kereta yang akan lewat (ini horor), panjang lintasan Jurangmangu yang nggak seberapa, dan hal-hal lain yang gue sudah lupa detailnya :( Yang jelas, dari posisi duduk saat itu gue bisa mengerti kenapa masih ada kejadian orang mati tertabrak kereta, kenapa kereta jalannya rasanya nggak selalu lurus, kenapa lajunya tiba-tiba melambat atau bertambah cepat, dan juga berbesar hati karena bilik itu nggak selalu ada di setiap gerbong kereta siang yang gue tumpangi. 

(Awalnya mau kasih cuplikan gambar, cuma hp yang dipakai motret hilang, jadi nggak ada. HEHEHE.) 

Comments

Popular Posts