Go International!
Beberapa hari lalu iseng main ke linimasa Iga Massardi, dan menemukan kalau dia me-retweet salah satu twitnya Marzuki Mohammad (pendiri Jogja Hip Hop Foundation). Seperti bisa dilihat di bawah ini, yang dibahas tentang konsep "go international". Iga sendiri sempat menulis bahwa ia sejak lama lebih memilih menggunakan istilah "apresiasi karya" dibanding dua kata sakti yang juga menjadi judul post malam ini.
"Go international" |
Sudah sejak lama juga sebenarnya gue mikir tentang konsep "go international" ini, cuma memang belum diapa-apain lagi. Sekarang bisa dibilang saat yang tepat.
Entah sejak kapan, gue mulai merasa risih setiap mendengar jawaban musisi Indonesia ketika diwawancara awak media tentang keinginan mereka untuk "go international". Bukan berarti mereka salah, karena ini nggak ada hubungannya dengan salah dan benar. Bisa dikenal oleh warga dunia, bukan cuma jadi juara di negara sendiri, merupakan sebuah mimpi. Soal mimpi atau proyeksi masa depan ini, tentu nggak ada yang bisa melarang kan?
Masalah (atau bisa dibilang halangan, tantangan) muncul ketika melihat siapa yang berbicara keinginan "go international" itu. Tanpa bermaksud mengecilkan mimpi tiap orang, menurut gue kalau memang tujuan bermusik lo nggak cuma di pentas lokal, kemampuan bermusik lo nggak boleh sembarangan. Selain masalah skill, ada hal lain yang nggak kalah penting. Bisa "go international" berarti lagu kalian punya nilai lebih, yang mampu memberi warna positif dan membedakan band kalian dengan band-band lain.
Yang sering terjadi di Indonesia, mereka yang menyatakan tujuan "go international"-nya dengan terbuka itu justru jalan di tempat. Percaya atau tidak. Sedangkan musisi-musisi lain yang bergerak di jalur non-mainstream, nyaris tidak pernah mendapat sorotan tayangan hiburan di televisi, sudah mampu melebarkan sayap mereka ke negeri seberang, tanpa koar-koar "go international". Sebagian di antaranya adalah White Shoes and The Couples Company, Adhitia Sofyan (CD dua musisi ini dapat dibeli di Jepang!), The Trees and The Wild, Navicula, juga Jogja Hip Hop Foundation (JHF).
Konsepsi "go international" kini menjadi tidak berarti lagi karena dengan adanya kemajuan teknologi, proses pengenalan musik baru akan lebih mudah terjadi (melalui Youtube, Soundcloud, myspace). Dengan cara ini musisi Indonesia memperoleh kemudahan untuk penyebaran musik mereka ke pasar lokal dan internasional. (Bayangkan keadaan dunia saat ini bila koneksi internet tidak pernah ditemukan!) Yang terjadi selanjutnya adalah seleksi alam, di mana kualitas musik dari musisi itu sendirilah yang akan berbicara.
Terus soal bahasa. Menurut gue, nggak perlu mengubah semua lirik dalam satu album menjadi bahasa Inggris karena musik itu bahasa universal, jadi seharusnya nggak ada masalah tentang itu. Act locally, think globally. Kelokalan tidak akan membawa musik kalian ke kasta terendah, begitu juga sebaliknya, penggunaan bahasa Inggris nggak lantas menaikkan kualitas lagu seorang musisi. Bukti kelokalan yang kuat terlihat pada lagu-lagu boyband/girlband Korea yang tetap menggunakan bahasa Korea (biarpun dicampur sedikit bahasa Inggris di sana-sini haha). Pernah denger Jogja Istimewa-nya JHF? Lagu rap bilingual (bahasa Jawa dan Indonesia) itu tidak ketinggalan mereka bawakan saat JHF melakukan tur kebudayaan di beberapa kota di Amerika Serikat, 2011 lalu. Dan penonton dari pentas mereka kebanyakan bule, yang kemungkinan besar nggak terlalu ngerti bahasa Indonesia, apalagi bahasa Jawa. Satu lagi bukti kelokalan yang tetap berkelas.
Yang terakhir, ini buat media-media menyangkut pemberitaan mereka. Suka ada berita kan, musisi manggung di luar negeri, dibilang mengharumkan nama bangsa............. padahal mereka konser karena diundang Kedutaan Besar RI (KBRI) atau Persatuan Pelajar Indonesia (PPI). Kenapa yang kayak gitu dibilang mengharumkan nama bangsa? Kenapa coba!!! Yang mengharumkan nama bangsa itu kalau para musisi main di festival/acara/pentas yang diadakan oleh orang luar asli, bermain di depan orang-orang asing (bukan cuma orang Indonesia atau TKI), yang bisa membuka mata penonton yang datang ke pertunjukan mereka tentang Indonesia, negara yang sering kalah pamor dengan Bali. Musisi yang bisa bermain di acara seperti itulah yang bikin pendengar di negeri asalnya bangga sepenuhnya.
Yang paling penting dari semuanya adalah bermusik dari hati. Bukan cuma mengikuti keinginan produser atau adaptasi dengan kondisi pasar, dan bukan hanya mengejar target bermain di acara musik pagi hari.
Biasanya ada musik bagus di sekitar kita, kalau kita mau mencarinya. Kadang harus mencari lebih giat.
- Faris Badwan (The Horrors)
Comments
Post a Comment
What are you thinking? Tell it to me!